Peningkatan kualitas data dilakukan untuk membuat seluruh
data bidang tanah menjadi berkualitas bidang tanah KW 1 valid. Namun pada praktek di lapangan, peningkatan kualitas data
Kelas Bidang
Tanah
Terpetakan
GS/SU
Spasial
GS/SU
Tekstual
Buku
Tanah
KW 1 Ada Ada Ada Ada
KW 2 Ada Tidak Ada Ada Ada
KW 3 Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada
KW 4 Tidak Ada Ada Ada Ada
KW 5 Tidak Ada Tidak Ada Ada Ada
KW 6 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada
12
dilakukan tidak hanya untuk data K4, tetapi juga untuk KW 1, KW 2
maupun KW 3 dengan melakukan reposisi jika diperlukan. Hal ini
bertujuan untuk memastikan posisi dari setiap bidang tanah terdaftar
sesuai dengan keadaan di lapangan, tidak tumpang tindih dengan
bidang lainnya sehingga dapat mengurangi kemungkinan akan
sengketa pertanahan. Kluster K4 berpotensi mudah untuk
diselesaikan namun masih mengalami sejumlah kendala. Hal
demikian juga dialami oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Karawang. Pada tahun 2022, Kementerian ATR/BPN menargetkan PTSL Klaster
4 (K4) sebanyak 8000 bidang tanah di Kabupaten Karawang. Namun
dalam realisasinya, hingga saat ini menuju semester ke-2 yaitu Bulan
Juli, capaian target penyelesaian yang telah dilakukan masih
tergolong cukup rendah. Hal tersebut merujuk pada kuantitas
rekapitulasi singkat program PTSL yang dapat diakses pada
dashboard PTSL. Dari 71 desa yang ada di Kabupaten Karawang, 61
desa dipilih menjadi target penyelesaian K4 dengan kuantitas target
yang berbeda-beda di setiap desa. Dari 61 desa terpilih, hanya ada 3
desa yang baru berjalan pelaksanaan untuk penyelesaian target
program PTSL Klaster 4, desa-desa tersebut yaitu: Sukaharja, Dongkal, dan Sukaluyu. Capaian target yang diperoleh dari ketiga
desa tersebut sebanyak 330 bidang tanah. Jika dilihat dari jumlah
target K4 secara keseluruhan, maka capaian target penyelesaian K4
hingga saat ini masih berada pada angka 4,13%. Belum optimalnya
capaian target tersebut tentunya disebabkan oleh banyak faktor dan
kendala. Kendala - kendala tersebut antara lain terdapat penomoran
ganda, GS/SU yang tidak ditemukan atau belum terentri di sistem
KKP, kesulitan dalam mengidentifikasi bidang tanah yang belum
berkoordinat, bidang tanah terdaftar yang tanpa NIB, dan terbatasnya
pendanaan untuk kegiatan peningkatan kualitas data spasial.