Faktor-faktor ini dapat menghambat penanganan dan penyelesaian kasus
pertanahan pada Kantor Pertanahan Kota Bukittinggi. Belum optimalnya layanan
pengaduan sengketa, konflik dan perkara pertanahan, menyulitkan Seksi Pengendalian
dan Penanganan Sengketa dalam penyelesaian penanganan sengketa, konflik ataupun
perkara pertanahan. Sebagai referensi bahwa penyelesaian sengketa pertanahan di
Kantor Pertanahan dalam hal mediasi sengketa adalah selama 30 (tiga puluh) hari dan
dapat diperpanjang jika para pihak membutuhkan waktu. Pada kondisi real di Kota
Bukittinggi, terkadang penyelesaian sengketa sendiri bisa memakan waktu sampai 180
(seratus delapan puluh) hari kerja, apalagi jika menyangkut tanah yang berstatus ulayat
(pusaka tinggi kaum).
Selain itu selama penulis melaksanakan tugas pada Kantor Pertanahan Kota
Bukittinggi, khususnya di Seksi Pengendalian dan Penaganan Sengketa, ditemukan
fakta bahwa masih banyak masyarakat yang tidak paham ataupun mengetahui
mengenai penyelesaian kasus pertanahan berupa sengketa, konflik dan perkara
pertanahan. Yang timbul dalam mindset masyarakat adalah penyelesaian sengketa,
konflik dan perkara pertanahan selesai sampai dengan diajukannya keberatan atau
aduan ke Kantor Pertanahan Kota Bukittinggi, tanpa mengetahui dan paham
konsekuensi dari diajukan nya sebuah keberatan dan aduan yang mana akan bermuara
kepada berperkara di Pengadilan Negeri. Melihat berbagai permasalahan diatas, dapat
disimpulkan bahwa yang menjadi masalah utama dalam penanganan dan penyelesaian
kasus pertanahan pada Kantor Pertanahan Kota Bukittinggi adalah belum optimalnya
layanan pengaduan sengketa, konflik dan perkara pertanahan, sehingga berangkat dari
problema tersebut penulis tertarik mengangkat aktualisasi dengan judul :
OPTIMALISASI LAYANAN PENGADUAN SENGKETA, KONFLIK, DAN
PERKARA PERTANAHAN MELALUI PEMBENTUKAN “POJOK
PENGADUAN” PADA KANTOR PERTANAHAN KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2022.