Repository Aksi Perubahan

Repository Sharing Knowledge merupakan fitur LMS dalam menyajikan dokumen akademik peserta pelatihan.


OPTIMALISASI APLIKASI SI-TANTE (SISTEM INFORMASI TANAH TELANTAR) UNTUK PENINGKATAN KUALITAS DATA TANAH TERINDIKASI TELANTAR PADA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI LAMPUNG

    YUSTIN ISKANDAR MUDA, S.H., M.H., C.Med | 16 January 2024

Abstract


Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Atas dasar tersebut, berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria diatur macam-macam hak atas permukaan bumi (hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain) atau yang sering disebut dengan hak atas tanah yang dapat diberikan kepada orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum dan harus dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya yang tercantum di dalam peraturan perundang-undangan dan surat keputusan pemberian haknya, dipelihara tanahnya, serta dilarang menelantarkan tanahnya. Dalam pelaksanaannya pemegang hak masih belum memanfaatkan tanahnya secara optimal dan mengusahakannya sesuai dengan peruntukan surat keputusan pemberian hak sehingga berpotensi menjadi tanah telantar. Tanah yang telantar akan berdampak pada terhambatnya pencapaian berbagai program pembangunan yang dapat menyebabkan timbulnya kesenjangan sosial dan ekonomi serta menurunkan kualitas lingkungan, sehingga penelantaran tanah ini harus dicegah melalui penertiban serta pendayagunaan kembali. Selain diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Tanah Telantar sebelumnya diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar jo. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 24 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar yang kemudian dicabut dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar jo. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar jo. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Terlantar. Dalam perkembangannya aturan tersebut kemudian dicabut sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Disebutkan pada Bab XIII Ketentuan Lain-Lain Pasal 180 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bahwa “Hak, izin, atau konsesi atas tanah dan atau kawasan yang dengan sengaja tidak diusahakan atau ditelantarkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak diberikan dicabut dan dikembalikan kepada negara”. Hal ini yang kemudian menjadi dasar ditetapkan aturan turunan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar serta Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan Kawasan dan Tanah Telantar. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar jo. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan Kawasan dan Tanah Telantar mengatur mengenai beberapa hal beserta tata cara pelaksanaannya antara lain: 1. Inventarisasi Kawasan dan Tanah Terindikasi Telantar; 2. Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar; 3. Pendayagunaan Kawasan Telantar dan TCUN (Tanah Cadangan Untuk Negara) Kemudian Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar jo. Pasal 19 Ayat (3) dan (4) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan Kawasan dan Tanah Telantar, bahwa hasil Inventarisasi Tanah Terindikasi Terlantar berupa Data Tanah Terindikasi Telantar kemudian harus dilakukan proses Administrasi dan Pemeliharaan Data ke dalam suatu Basis Data untuk keperluan pelaporan, bahan analisis serta penentuan tindakan selanjutnya. Basis Data tersebut terintegrasi dengan sistem informasi pertanahan Kementerian yang menyelenggarakan urusan pertanahan dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Terkait hal tersebut saat ini telah ada Basis Data yang terintegrasi dengan sistem informasi pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yaitu Sistem Informasi Tanah Terlantar (https://pendayagunaantanah.atrbpn.go.id). Namun pada kenyataannya, data tanah terindikasi telantar di Wilayah Provinsi Lampung yang dihimpun berdasarkan Sistem Informasi Tanah Terlantar (https://pendayagunaantanah.atrbpn.go.id) berdasarkan pantauan masih memerlukan updating/pembaharuan data dikarenakan belum terbaharui/update data tanah terindikasi telantar tersebut. Data yang ditampilkan dalam daftar tanah terindikasi 9 telantar pada Sistem Informasi Tanah Terlantar (https://pendayagunaantanah.atrbpn.go.id) tahun 2022 menunjukan belum adanya data yang valid dan update setiap saat. Belum optimalnya pembaharuan melalui pemutakhiran data tanah terindikasi telantar pada Sistem Informasi Tanah Terlantar menjadi faktor utama belum terciptanya kualitas data tanah terindikasi telantar yang terkini/update sehingga kegiatan penertiban tanah terindikasi telantar menjadi tidak maksimal. Pentingnya kualitas data tanah terindikasi telantar pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung guna mencapai hasil kinerja yang baik.

Dokumen PDF Aksi Perubahan Seminar.pdf

Kategori & Pelatihan : Aksi Perubahan PKA | Pelatihan PKA Angkatan II Tahun 2023
Keyword :