Dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan
negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun Aparatur Sipil Negara
(ASN) yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan
peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam melaksanakan kebijakan publik dan pelayanan publik, ASN
harus bekerja secara profesional dan berintegritas, sehingga menciptakan
kepercayaan dan kepuasan masyarakat yang tinggi. Hal ini tentu akan sangat
mendukung dalam pelaksanaan 7 (tujuh) Core Function Kementerian Agraria
dan Tata Ruang (ATR) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 27 Tahun 2020
Tentang Rencana Strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional Tahun 2020-2024, dinyatakan berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2020 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Dalam poin 7 (tujuh) Core Function dimaksud di atas terkait dengan
perumusan dan pelaksana kebijakan di bidang penanganan dan pancegahan
sengketa dan konflik serta penanganan perkara pertanahan yang dilaksanakan
oleh Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
seluruh Indonesia.
Selanjutnya sesuai hasil dalam Rakernas Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tahun 2023 melalui
Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan
menyampaikan paparan dengan tema “Perlindungan dan Kepastian Hukum Hak
Atas Tanah Melalui Pencegahan dan Percepatan Penyelesaian Kasus Pertanahan Guna Mendukung Investasi Nasional”. Untuk itu dibutuhkan
akselerasi penyelesaian kasus pertanahan (sengketa, konflik dan perkara),
namun kondisi permasalahan yang ditemukan Direktorat Jenderal Penanganan
Sengketa dan Konflik Pertanahan (Ditjen VII) saat ini, antara lain :
a. Jumlah kasus meningkat, penanganan dan penyelesaian kasus lambat;
b. Modus kejahatan pertanahan semakin variatif;
c. Database kasus pertanahan belum bersifat tanggal;
d. Tata laksanan pengelolaan pengaduan belum berjalan secara efektif.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Laporan Aksi Perubahan
Kinerja Organisasi ini disusun agar tata laksana pengelolaan pengaduan
berjalan sebagaimana Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional tersebut di atas sehingga yang ditangani oleh Direktorat
Penanganan Sengketa Pertanahan merupakan kasus pertanahan dengan
harapan penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan dapat dilaksanakan
dengan cepat secara tegas, tuntas dan terukur