Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai
negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi
pemerintah. Pegawai negeri sipil sebagai bagian dari ASN tunduk para ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Aparatur Sipil Negara
(ASN) merupakan unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, karena
dalam pemerintahan yang baik terdapat sumber daya manusia yang berkualitas. Sebagai
berwujudan cita-cita bangsa dan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun Aparatur Sipil
Negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik
bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan
bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Oleh sebab itu pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara harus berdasarkan pada
perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan
kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan,
dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
Berdasarkan Pasal 52 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pejabat administrator harus menjamin akuntabilitas
jabatannya untuk memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan yang sudah direncanakan dengan
baik dan efisien sesuai standar operasional prosedur dan terselenggaranya peningkatan kinerja
secara berkesinambungan. Untuk menjamin akuntabilitas jabatannya maka setiap PNS
memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan
kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dengan memperhatikan hasil penilaian
kinerja dan penilaian kompetensi PNS yang bersangkutan.
Untuk mengembangkan kompetensi pejabat administrator dalam memenuhi standar
kompetensi manajerial jabatan administrator, perlu Pelatihan Kepemimpinan Administrator
(PKA) sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 217 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Sebagai pejabat struktural,
pejabat administrator harus memiliki kompetensi manajerial yang dibutuhkan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan, baik pusat maupun daerah, sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Salah satu kegiatan yang harus dilakukan dalam pelatihan
administrator ini adalah Rancangan Aksi Perubahan.
Rancangan Aksi Perubahan disusun berdasarkan tugas dan fungsi yang yang diemban
sebagai salah satu pejabat administrator di Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan
Konflik Pertanahan, Rancangan Aksi Perubahan yang disusun terkait tugas dan fungsi dalam
penanganan dan penyelesaian konflik yang merujuk pada rumusan hasil Rapat Kerja Nasional
Tahun 2023, terhadap penanganan permasalahan sengketa dan konflik pertanahan diantaranya,
yaitu:
1. Penyempurnaan regulasi;
2. Pencegahan sengketa, konflik dan perkara;
3. Percepatan penanganan sengketa;
4. Percepatan penanganan konflik;
5. Penanganan kejahatan di bidang pertanahan;
6. Penanganan perkara pertanahan;
7. Digitalisasi data dan informasi kasus pertanahan;
8. Peningkatan kualitas SDM.
Berdasarkan rumusan hasil Rapat Kerja Nasional Tahun 2023 tersebut, percepatan
penanganan permasalahan pertanahan menjadi hal yang sangat penting dan harus menjadi
fokus instansi. Maka Rancangan Aksi Perubahan yang disusun ini akan berkaitan dengan
pencegahan kasus sengketa, konflik, dan perkara pertanahan. Direktorat Pencegahan dan
Penanganan Konflik Pertanahan sebagai unit kerja yang saat ini ditempati penulis mempunyai
tugas menyiapkan perumusan kebijakan teknis dan melaksanakan pencegahan, penanganan
serta penyelesaian konflik pertanahan. Sebagai pimpinan, khusus pada Sub Direktorat
Pencegahan dan Hubungan Kelembagaan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan kebijakan teknis dan koordinasi serta kerjasama kelembagaan dalam pencegahan
sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
Beberapa permasalahan pada kasus sengketa, konflik dan perkara pertanahan tidak
terlepas dari terjadinya cacat administrasi dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan. Cacat administrasi merupakan perilaku atau perbuatan melawan hukum dan etika dalam proses
administrasi pelayanan publik. Cacat administrasi ada berbagai macam seperti penyimpangan
prosedur, penyalahgunaan wewenang, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum,
tindakan diskriminatif, permintaan imbalan, dan lainnya. Tidak hanya oleh Pemerintah,
tindakan cacat administrasi bisa jadi juga dilakukan oleh BUMN, BUMD, BHMN maupun
badan swasta atau bahkan perseorangan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional khusunya Ditjen 7 bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas
Trisakti menyebutkan bahwa 40% permasalahan pertanahan disebabkan oleh maladministrasi,
diikuti dengan 30% disebabkan oleh permasalahan pidana dan 30% oleh permasalahan perdata.
Berdasarkan hal tersebut dipandang perlu untuk dibuat sebuah peraturan untuk pencegahan
terjadinya cacat administrasi berulang berdampingan dengan peraturan mengenai penanganan
kasus pertanahan sehingga instansi dapat membuat kebijakan pencegahan atas munculnya
permasalahan pertanahan khususnya mengenai penanganan kasus berulang dengan tipologi dan
anatomi yang sama.