Pelaksanaan tugas sebagai pejabat pengawas dalam Kementerian Agraria Dan Tata
Ruang / Badan Pertanahan Nasional (kementerian ATR/BPN) merupakan jabatan teknis,
dimana pelaksanaan tugas yang menitik beratkan terhadap tugas operasional guna
mewujudkan tujuan organisasi. Tujuan organisasi dalam hal ini Kementerian ATR/BPN
memiliki tujuan organisasi menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agraria/pertanahan dan tata ruang salah satunya memberikan pelayanan pertanahan dan
tata ruang. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian
ATR/BPN) merupakan salah satu Lembaga negara yang memiliki wewenang dalam
Pendaftaran Tanah (legal cadaster) di Indonesia. Salah satu tugas dan fungsi Kementerian
ATR/BPN yang dilimpahkan kepada Kantor Pertanahan sebagai unit kerja terendah (tingkat
kabupaten) adalah melayani masyarakat dalam kegiatan pendaftaran tanah dan ruang.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Lembaga Pendaftraan Tanah di Indonesia
Kementerian ATR/BPN banyak mencanangkan beberapa program kerja yang wajib
dilaksanakan oleh seluruh Kantor Pertanahan di Indonesia, dimana tujuan utamanya adalah
mempermudah dan mempercepat pelayanan pendaftaran tanah. Program-program tersebut
antara lain Program Strategis Nasional yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) tahun berjalan dan dana Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN), serta layanan
prioritas untuk permohonan rutin yang bersifat sporadis.
Banyaknya program kerja Kementerian ATR/BPN belum menjamin baiknya
pelayanan Pertanahan di Indonesia pada umumnya dan pada Kantor Pertanahan Kab. Hulu
Sungai Tengah khususnya. Ada beberapa indikasi yang memperlihatkan masih rendahnya kualitas pelayanan pertanahan sebagai salah satu pelayanana publik antara lain dilihat
secara kuantitatif yang menunjukkan indek pelayanan publik pada Kementerian ATR/BPN
umumnya dan Kantor Pertanahan Hulu Sungai Tengah khususnya masih dibawah rerata
kementerian/Lembaga negara lainnya, selain itu anggapan (persepsi) masyarakat secara
umum terkait pelayana pertanahan di Indonesia masih buruk atau bias dikatakan Brand
Image organisasi secara umum masih rendah.
Ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya Indeks Pelayanan Kantor
Pertanahan pada Kantor Pertanahan salah satunya adalah waktu penyelesaian produk,
dimana masyarakat menganggap proses pendaftaran tanah yang berbelit dan memakan
waktu yang lama. Hal tersebut memang linier dengan kondisi yang ada di Kantor Pertanahan
Pertanahan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dimana berdasarkan temuan dari
pemeriksaaan Inspektorat pada tahaun 2023 terdapat lebih dari 100 berkas permohonan
dari tahun 2015 s.d. tahun 2022 yang masih menjadi tunggakan dan hampir 70% berkas
tersebut merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali. Berkas hasil temuan
inspektorat tersebut setelah di pelajari dan dikomunikasikan dengan pemohon sebagai
bagian dari tindak lanjut temuan Inspektorat diperoleh fakta bahwa tidak jalannya berkas
hamper semuanya karena terjadi permasalahan dilapangan seperti batas tidak mau tanda
tangan, gagal melakukan pengukuran karena tidak mengetahui batas atau terjadi kesalahan
dalam penggambaran lokasi tanah pada surat tanah yang kebanyakan masih berupa surat
pernyataan penguasaan fisik bidang tanah yang diketahui oleh desa.
Kurang optimalnya pelayanan pertanahan di Kantor Pertanahan sebenarnya tidak
bisa dijatuhkan pada faktor-faktor internal saja justru faktor eksternal banyak
mempengaruhi kinerja pelayanan kantor pertanahan. Seperti kondisi yang menjadikan
tunggakan berkas permohonan dimana banyak tanah-tanah khususnya di Kabupaten Hulu
Sungai Tengah yang belum clear and clean baik administrasi kepemilikan maupun
penguasaannya, padahal dalam menunjang tugas-tugasnya kementerian ATR/BPN melalui
Kantor Pertanahan juga perlu mengedukasi dan memberdayakan masyarakat dalam
kegiatan pendaftaran tanah di Indonesia. Sebagaimana kita tahu data geospasial pertanahan
dan tata ruang yang tersimpan di Kantor Pertanahan sangatlah banyak dan memiliki
beberapa tema tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk berbahai macam keperluan (konsep
multipurpose kadastral), namun memang karena edukasi, sosialisasi dan pemberdayaan
masyarakat di bidang pendaftran tanah masih sangat kurang maka pemanfaatan data
informasi spasial pertanahan dan tata ruang menjadi rendah, termasuk pemanfaatan data
geospasial ini untuk kepentingan administrasi pertanahan di desa.
Adanya program kerja dari kementerian ATR/BPN yang menjadi skala prioritas
nasional seharusnya dapat dimanfaatkan oleh beberapa stakeholder seperti desa untuk
pengadministrasian pertanahan didesa agar meminimalisir permasalahan tanah. Salah satu
Program Strategis Nasional (PSN) di Kementerian ATR/BPN yang dapat dimanfaatkan oleh
desa dalam menginventaris penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah di
wilayahnya adalah melalui Pendaftraan Tanah Sistematis Lengkap Terintegrasi - Luar Jawa (PTST-TLJ). Produk dari PTSL-TLJ ini berupa foto udara yang telah memiliki koreksi geometri
serta bidang-bidang tanah lengkap satu wilayah desa beserta daftar nama pemilik dan/atau
pengusanya. Meskipun tidak semua bidang dilakukan pengkuran lapangan namun
informasi yang disajikan dapat memberikan gambaran posisi relative suatu bidang tanah
dan pemilikan serta penguasaan tanah pada wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan ada peran
serta masyarakat yang ikut menginventaris gambaran bidang tanah melalui metode
pemetaan partisipasif. Rencana pemanfaatan dari kegiatan PTSL-TLJ ini adalah memetakan
semua bidang tanah dalam satu wilayah administrasi terkecil (desa) yang nantinya dapat
didaftarkan hak kepemilikan maupun penggunaan dan pemanfaatannya. Pertanyaan yang
muncul bagaimana bisa dimanfaatkan apabila surat tanah yang menjadi dasar pendaftaran
tanah tersebut tidak ada atau tidak benar? Akibat yang ditimbulkan selanjutnya
memunculkan permasalahan pada saat didaftarkan sehingga berkas menjadi tungggakan.
Atas dasar tersebut pada penulisan rencana aksi perubahan kali ini mencoba menawarkan
suatu alternative solusi guna mengatasi gap yang ada dilapangan (practical gap) dengan
menjadikan produk hasil PTSL-TLJ ini sebagai dasar dalam pembuatan surat-surat tanah di
desa.