Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sebagai
pelayan publik harus mampu melaksanakan penataan pertanahan yang baik,
serta mampu melakukan suatu perubahan terhadap sistem konvensional
yang selama ini dijalankan, baik untuk menyimpan maupun peminjaman
arsip pertanahan, yaitu buku tanah dan Surat ukur.
Buku tanah dan surat ukur disimpan dan dipelihara sebagai arsip hidup oleh
Badan Pertanahan Nasional. Pengelolaan arsip memerlukan sumber daya
yang tidak sedikit mulai dari ruang arsip, tata cara penyimpanan, tata cara
peminjaman, petugas pengelola yang kompeten, dan aplikasi baik yang
berupa desktop maupun website. Saat ini pengelolaan surat ukur sebanyak
75.105 bidang, dan buku tanah sebanyak 66.141 bidang, dengan sistem
konvensional (manual). Sistem manual yang selama ini dijalankan untuk
peminjaman surat ukur dan buku tanah yaitu dengan pencatatan manual di
dalam buku peminjaman, dianggap tidak efektif dan tidak efisien karena
membutuhkan waktu dan tenaga serta resiko rusak/ hilangnya buku
peminjaman tersebut sehingga resiko kehilangan jejak catatan peminjaman
besar. Hal ini dapat menghambat pelayanan kepada masyarakat yang
memerlukan pelayanan pemeliharaan data maupun di dalam kantor sendiri
seperti peminjaman untuk penyelesaian sengketa maupun pengadaan tanah.
Penanganan surat ukur dan buku tanah memerlukan perhatian yang khusus
bagi setiap kantor pertanahan, tetapi pada kenyataannya dalam pengelolaan
surat ukur dan buku tanah masih dilaksanakan dengan seadanya, baik
dalam hal aspek sarana, sumber daya manusia dan anggaran. Dalam proses
kegiatan di atas diperlukan suatu aplikasi data yang cepat, akurat dan
informatif. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
sangat diperlukan untuk meningkatkan kelancaran operasional dalam
menunjang pelaksanaan pengelolaan surat ukur dan buku tanah. Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang demikian pesat merupakan
peluang untuk kemudahan mengakses, mengelola, dan pendayagunaan
informasi secara cepat dan akurat.