Tanah merupakan obyek yang paling mudah terkena sengketa, baik
sengketa antar individu, indvidu dan badan hukum, bahkan sengketa yang
melibatkan pemerintah, sehingga peraturan hukum terkait
penguasaan/pemberian hak atas tanah harus dapat dimaksimalkan untuk
menjamin perlindungan terhadap hak atas tanah. Masalah pertanahan
memerlukan perhatian dan penanganan yang khusus dari berbagai pihak, karena
pembangunan yang terjadi sekarang meluas di berbagai bidang, sehingga harus
ada jaminan kepastian hak-hak atas tanah
Untuk menghindari terjadinya perselisihan antar pihak yang
membutuhkan tanah tersebut, maka dibuat peraturan-peraturan tentang
pertanahan yang berguna untuk mengatur segala aktifitas penggunaan tanah di
Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, telah menentukan
bahwa tanah-tanah diseluruh Indonesia wajib diinventarisasikan. Pada mulanya
proses dan produk pertanahan di ATR/BPN dibawah tahun 2013 masih
berbentuk analog belum terpetakan. Seiring dengan bertambahnya jumlah
permohonan pendaftaran tanah dan kurangnya SDM menyebabkan produk
tersebut sulit diinventarisasikan. Kondisi ini mulai tertangani dengan
munculnya teknologi di bidang pertanahan. Perkembangan teknologi menjadi solusi dalam mewujudkan sistem
pengelolaan pertanahan. Pusat Data dan Informasi Kementerian ATR/BPN
sebagai bentuk pelaksanaan fungsi penyelenggaraan dan pelaksanaan survei,
pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan dan pelaksanaan pendaftaran
tanah. Tugas utama nya adalah mendigitalisasi data pertanahan dalam Aplikasi
Geospasial Komputeriasi Kantor Pertanahan (GeoKKP) dalam rangka
peningkatan kualitas dan perkembangan teknologi. Output dari aplikasi ini
berupa kualitas data yang terbagi menjadi 6 (enam) kualitas data (KW).
Kualitas data KW1, KW2 dan KW3 merupakan data yang bidang tanahnya
sudah terpetakan, sedangkan KW4, KW5 dan KW6 bidang tanahnya belum
terpetakan di peta pendaftaran.